Meneladani Kisah Nabi Ibrahim AS (Bagian 2)



Perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala Berada Di Atas Segalanya
1. Kisah dalam hijrah bersama Hajar dan Ismail (Shahih Bukhari dan Fathul-Bari, Juz 6, hal: 478, no. 3364).
Ketika Ismail baru saja dilahirkan dan dalam penyusuan ibunya (Hajar), Nabi Ibrahim ‘alaihissallam membawa keduanya menuju Baitullah pada dauhah (sebuah pohon rindang) di atas zam-zam. Saat itu, tidak ada seorangpun di Makkah, dan juga tidak ada sumber air.
Nabi Ibrahim ‘alaihissallam meninggalkan jirab, yaitu kantung yang biasa dipakai untuk menyimpan makanan. Kantung itu berisi kurma untuk keduanya. Juga meninggalkan siqa` (wadah air) yang berisi air minum. Kemudian Nabi Ibrahim ‘alaihissallam berpaling dan pergi. Hajar mengikutinya sembari berkata: “Wahai, Ibrahim! Kemana engkau akan pergi meninggalkan kami di lembah yang sunyi dan tak berpenghuni ini?” Hajar mengulangi pertanyaan itu berkali-kali, namun Ibrahim tidak menoleh, tak pula menghiraukannya. Kemudian Hajar pun bertanya: “Apakah Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah memerintahkan engkau dengan ini?”
Ibrahim menjawab,“Ya.”
Mendengar jawaban itu, maka Hajar berkata: “Jika demikian, Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan meninggalkan kami”. Lantas Hajar kembali menuju tempatnya semula. Adapun Ibrahim, ia terus berjalan meninggalkan mereka, sehingga sampai di sebuah tempat yang ia tak dapat lagi melihat isteri dan anaknya. Ibrahim pun menghadapkan wajah ke arah Baitullah seraya menengadahkan tangan dan berdoa: Ya Rabb kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Rabb kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur. [QS. Ibrahim ayat 37).
2. Kisah Penyembelihan Ismail.
Nabi Ibrahim ‘alaihissallam berdoa: “Wahai Rabb-ku, karuniakanlah untukku anak yang shalih,” maka Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kabar gembira kepadanya dengan kehadiran seorang anak yang mulia lagi penyabar. Dan tatkala anak itu saat mulai beranjak dewasa berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata kepadanya: “Wahai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu?”
Isma’il menjawab: “Wahai Ayahandaku, lakukanlah apa yang diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala kepadamu; insya Allah engkau akan mendapati diriku termasuk orang-orang yang sabar”.
Saat keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya di atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Setelah itu Allah Subhanahu wa Ta’ala memanggilnya: “Wahai Ibrahim, sungguh kamu telah membenarkan mimpi itu. Sesungguhnya, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan kami menebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian. (Yaitu) ‘Kesejahteraan yang dilimpahkan kepada Ibrahim’. Demikianlah Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ia termasuk hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala yang mukminin. Kisah ini dijelaskan di dalam Alquran dalam surat ash-Shaffat ayat 99-111.
Dalam Tafsir al-Qurthubi, Juz 18, hal: 69 dan Tafsir al-Baghawi, Juz 4, hal: 33, Ibnu Abbas berkata:
Ibrahim dan Isma’il … keduanya taat, tunduk patuh terhadap perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ingatlah, renungkanlah kisah itu … ketika keduanya akan melaksanakan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala, dengan tulus dan tabah sang anak berkata:
يَا أَبَتِ اشْدُدْ رِبَاطِيْ حَتَّى لاَ أَضْطَرِبَ….
“Wahai Ayahku, kencangkanlah ikatanku agar aku tak lagi bergerak.”
وَاكْفُفْ عَنِّي ثِيَابَكَ حَتَّى لاَ يَنْتَضِحَ عَلَيْهَا مِنْ دَمِّيْ شَيْءٌ فَيَنْقُصَ أَجْرِيْ وَتَرَاهُ أُمِّيْ فَتَحْزَنُ….
“Wahai Ayahku, singsingkanlah baju engkau agar darahku tidak mengotori bajumu, maka akan berkurang pahalaku, dan (jika nanti) ibu melihat bercak darah itu niscaya beliau akan bersedih.”
وَيَا أَبَتِ اسْتَحِدَّ شَفْرَتَكَ وَأَسْرِعْ مَرَّ السِّكِّيْنِ عَلَى حَلْقِيْ لِيَكُوْنَ أَهْوَنُ عَلَيَّ فَإِنَّ الْمَوْتَ شَدِيْدٌ….
“Dan tajamkanlah pisau Ayah serta percepatlah gerakan pisau itu di leherku agar terasa lebih ringan bagiku karena sungguh kematian itu amat dahsyat.”
وَإِذَا أَتَيْتَ أُمِّيْ فَاقْرَأْ عَلَيْهَا السَّلاَمَ مِنِّيْ…. وَإِنْ رَأَيْتَ أَنْ تَرُدَّ قَمِيْصِيْ عَلَى أُمِّيْ فَافْعَلْ….
“Wahai Ayah, apabila engkau telah kembali maka sampaikan salam (kasih)ku kepada ibunda, dan apabila bajuku ini Ayah pandang baik untuk dibawa pulang maka lakukanlah.”
فَقَالَ لَهُ إِبْرَاهِيْمُ : نِعْمَ الْعَوْنُ أَنْتَ يَا بُنَيَّ عَلَى أَمْرِ اللهِ تَعَالَى….
(Saat itu, dengan penuh haru) Ibrahim berkata: “Wahai anakku, sungguh engkau adalah anak yang sangat membantu dalam menjalankan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala “.
Dalam Shahih Qashashil-Anbiya Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Ini adalah ujian Allah Subhanahu wa Ta’ala atas kekasih-Nya (yakni Ibrahim ‘alaihissallam) untuk menyembelih putranya yang mulia dan baru terlahir setelah beliau berumur senja. (Ujian ini terjadi) setelah Allah memerintahkannya untuk meninggalkan Hajar saat Ismail masih menyusui di tempat yang gersang, sunyi tanpa tumbuhan (yang dimakan buahnya), tanpa air dan tanpa penghuni. Ia taati perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala itu, meninggalkan isteri dan putranya yang masih kecil dengan keyakinan yang tinggi dan tawakal kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala . Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kepada mereka kemudahan, jalan keluar, serta limpahan rezeki dari arah yang tiada disangka. Setelah semua ujian itu terlampaui, Allah menguji lagi dengan perintah-Nya untuk menyembelih putranya sendiri, yaitu Ismail ‘alaihissallam. Dan tanpa ragu, Ibrahim menyambut perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala itu dan segera mentaatinya. Beliau ‘alaihissallam menyampaikan terlebih dahulu ujian Allah Subhanahu wa Ta’ala tersebut kepada putranya, agar hati Ismail menjadi lapang serta dapat menerimanya, sehingga ujian itu tidak harus dijalankan dengan cara paksa dan menyakitkan. Subhanallah…
3. Perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada Ibrahim untuk Berkhitan.
Pada saat Ibrahim ‘alaihissallam telah mencapai umur senja (delapan puluh tahun), ia diuji oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan beberapa perintah, di antaranya agar beliau berkhitan. Sebagaimana hadits Abi Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اخْتَتَنَ إِبْرَاهِيمُ عَلَيْهِ السَّلَام وَهُوَ ابْنُ ثَمَانِينَ سَنَةً
“Ibrahim ‘alaihissallam berkhitan di usia beliau delapan puluh tahun.” (Shahih Bukhari dan Fathul-Bari (Juz 6, hal: 468, no. 3356)).
Beliau ‘alaihissallam berkhitan dengan pisau besar (semisal kampak). Meskipun terasa sangat berat bagi diri beliau ‘alaihissallam, namun hal itu tidak pernah membuatnya merasa ragu terhadap segala kebaikan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bahkan dalam sebuah riwayat, Ali bin Rabah radhiyallahu ‘anhu menyebutkan bahwa : “Beliau (Ibrahim ‘alaihissallam) diperintah untuk berkhitan, kemudian beliau melakukannya dengan qadum. Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala mewahyukan ‘Engkau terburu-buru sebelum Kami tentukan alatnya’. Beliau mengatakan: ‘Wahai Rabb, sungguh aku tidak suka jika harus menunda perintah-Mu’.” (Shahih Bukhari dan Fathul-Bari, Juz 6, hal: 472)
4. Perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala Untuk Membangun Ka`bah.
وَإِذْ بَوَّأْنَا لِإِبْرَاهِيمَ مَكَانَ الْبَيْتِ أَنْ لَا تُشْرِكْ بِي شَيْئًا وَطَهِّرْ بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْقَائِمِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَىٰ كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ
“Dan (ingatlah), ketika Kami memberikan tempat kepada Ibrahim di tempat Baitullah (dengan mengatakan): “Janganlah kamu memperserikatkan sesuatupun dengan Aku dan sucikanlah rumah-Ku ini bagi orang-orang yang thawaf, dan orang-orang yang beribadat dan orang-orang yang ruku’ dan sujud. Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh,” (QS. Al-Hajj: 26-27).
Dalam Shahih Bukhari disebutkan, bahwasanya Ibrahim ‘alaihissallam berkata: “Wahai anakku, sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan aku sesuatu”.
Ismail ‘alaihissallam menjawab: “Lakukanlah perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada engkau”.
Ibrahim ‘alaihissallam bertanya: “Apakah engkau (akan) membantuku?”
Ismail ‘alaihissallam menjawab: “Ya, aku akan membantu engkau”.
Ibrahim ‘alaihissallam berkata lagi: “Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memerintahkan aku untuk membangun disini sebuah rumah”. (Nabi Ibrahim ‘alaihissallam mengisyaratkan tanah yang sedikit tinggi dibandingkan dengan yang ada di sekelilingnya). Saat itulah keduanya membangun pondasi-pondasi. Dan Ismail ‘alaihissallam membawa kepada ayahnya batu-batu dan Ibrahim ‘alaihissallammenyusunnya. Sehingga, ketika telah mulai tinggi, ia mengambil batu dan diletakkan agar Ibrahim ‘alaihissallamdapat naik di atasnya. Demikian, dilakukan oleh keduanya, dan mereka berkata:
رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا ۖ إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
“Ya Rabb kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS. Al-Baqarah: 127).
Dari pemaparan kisah-kisah di atas, banyak pelajaran penting dan berharga yang dapat dipetik, di antaranya:
  1. Nabi Ibrahim ‘alaihissallam adalah hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Subhanahu wa Ta’ala yang amat taat kepada-Nya Subhanahu wa Ta’ala, sehingga Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikannya sebagai hamba yang sangat disayangi.
  2. Pilar utama upaya tazkiyyatun-nufus adalah dalam hal tauhid. Dan berdakwah menyeru kepada tauhid merupakan amanat yang dipikul para nabi, dan sekaligus menjadi panutan bagi setiap dai.
  3. Kesabaran dalam mendakwahkan tauhid dan ketabahan dalam menghadapi ujian di jalan itu, harus dilakukan sesuai dengan cara yang dicontohkan oleh para rasul ‘alaihissallam.
  4. Yakin terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam mengarungi kehidupan.
  5. Perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala merupakan hal terpenting di atas segalanya. Ketulusan hati dalam melaksanakan segala perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah kebahagiaan. Maka selayaknya kita berupaya secara maksimal untuk melaksanakannya diiringi doa memohon taufik serta kemudahan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
  6. Segala contoh kebaikan telah ada pada diri para Rasul ‘alaihissallam yang harus selalu menjadi suri tauladan bagi kita dalam setiap hal. Wallahul Musta`an..
[Disalin dari tulisan Ustadz Rizal Yuliar di majalah As-Sunnah Edisi 08/Tahun XII/1429/2008M]

Sumber:Kisahmuslim.com

Related

Pintu Kisah 701714013231623283

Facebook

Hot in week

Comments

Jadwal Shalat


jadwal-sholat

VIDEO

Video : Kajian Akhir Zaman

item