Jadilah Pribadi Muslim yang Optimis
Oleh: Arsyis Musyahadah
"Aku terjatuh dan tak bisa bangkit lagiAku tenggelam dalam lautan luka dalamAku tersesat dan tak tau arah jalan pulangAku tanpamu butiran debu"
~Lirik dari Rumor “Butiran Debu”~
DUNIA hiburan adalah salah satu pintu yang dipakai untuk merusak generasi muda bangsa. Termasuk lagu dan musik yang terus digandrungi hingga kini. Tak sedikit lalu yang menjadikan musik itu sebagai pelarian dari masalah yang dihadapi. Lahirlah kemudian kisah-kisah asmara percintaan antara laki-laki dan perempuan, lirik tentang kegalauan karena putus cinta dan persoalan lainnya. Termasuk lirik lagu di atas yang tanpa sadar bisa menghipnotis para pendengarnya. Membuatnya terlena dan larut dalam nalar pikiran mereka.
Tak heran jika sebagian pemuda zaman sekarang mengalami mental dan adab yang tidak baik. Berbagai persoalan lalu timbul merebak. Mulai perkelahian antar kelompok, tawuran pelajar, hingga narkoba dan pergaulan bebas seolah menjadi bentangan masalah tanpa solusi yang melanda remaja dan pemuda saat ini.Ironisnya, budaya Barat yang begitu kuat mengarus tak diimbangi dengan membangun benteng keimanan yang tangguh. Padahal nyaris setiap waktu para pemuda tersebut dicekoki dengan sihir-sihir dunia yang dibungkus rapi melalui tayangan hiburan. Sedikit demi sedikit, budaya hedonis materialistik itu bisa meracuni akal sehat dan menjauhkan mereka dari ajaran agama.“Aku terjatuh dan tak bisa bangkit lagi.” Ini salah satu lirik lagu merusak di atas. Secara halus, kalimat ini ikut membentuk seseorang menjadi mental pengecut. seseorang lalu jadi penakut, lemah, dan tak punya kreasi atau inovasi. Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin tentunya tidak membenarkan umatnya memiliki sikap mudah putus asa dan tidak mau berusaha.
Dalam Islam, Allah Subhanahu wa Ta’ala (Swt) mewajibkan adanya ikhtiar dan mujahadah. Yaitu all out melakukan suatu kebaikan dan ketaatan di jalan Allah.Allah berfirman: “Dan katakanlah bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu, begitu juga Rasul-Nya dan orang-orang mukmin, dan kamu akan dikembalikan kepada Allah. Yang Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. Surat at-Taubah [9]: 105).
Menurut Sayyid Quthb dalam karyanya“Fi Zhilalil Qur’an”, Islam adalah manhajakidah sedang amal yang diperbuat menjadi bukti akidah. Amal shaleh akan membenarkan nuraninya selalu dan mendustai godaan muslihat yang dihasilkan dari perasaan dan nafsunya. Islam adalah manhaj kehidupan yang realistis, tak cukup sekedar perasaan atau dengan niat baik saja yang niraksi. Sejatinya, niat itu punya kedudukan penting dalam amalan. Tapi keyakinan itu membutuhkan perbuatan nyata berupa amal shaleh di lapangan.Islam melarang umatnya berpangku tangan atau berleha-leha dalam suatu urusan. Di sana ada perintah berikhtiar secara maksimal. Seorang penulis, misalnya. Untuk menjadi penulis yang baik, maka latihan berulang-ulang kali menjadi keniscayaan adanya. Dengannya ia lalu bisa memperbaiki metode atau kesalahan yang ada. Sama halnya, orang yang ingin menunaikan ibadah haji. Impian itu menjadi angan-angan belaka jika tak disertai dengan kesungguhan dalam berusaha dan berdoa kepada Allah.
Bisa dengan menabung, memperbanyak sedekah, buka bisnis wirausaha, dan sebagainya.Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam (Saw) adalah teladan terbaik bagi seorang Muslim.
Sesosok yang pantang menyerah dan tidak pernah mengeluh atas amanah yang Allah berikan. Tak sedikit cobaan dan rintangan mengiringi bahkan menghalangi perjalanan dakwah Nabi. Namun semua itu dihadapi dengan tegar.
Sebab Nabi sadar ada janji yang lebih baik yang Allah siapkan bagi hamba-Nya yang bisa melewati ujian kehidupan tersebut.Usai melakoni ikhtiar, hal positif berikutnya adalah tawakkal. Tawakkal adalah menyerahkan segala urusan yang telah dikerjakan hanya kepada Allah Ta’ala.
Tawakkal bukan bermakna pasrah. Jika pasrah identik dengan pasif, tanpa usaha sama sekali. Maka tawakkal bersikap aktif karena ada usaha maksimal yang dikerjakan sebelumnya.Allah berfirman
:وَشَاوِرْهُمْ فِي الأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّهِ إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ“…
Kemudian apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakkalah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang-orang yang bertawakkal.” (QS. Ali Imran [3]: 159).
Selanjutnya, hal positif bagi orang beriman adalah berdoa. Ikhtiar maksimal dan tawakkal berserah kepada Allah menjadi sempurna dengan berdoa meminta yang terbaik dari Allah. Inilah puncak penghambaan seorang beriman kepada Allah ketika melazimkan segala urusannya hanya kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Sebagaimana ia tak berputus asa dan menyerah hanya karena belum mendapatkan apa yang diinginkan selama ini.Allah befirman
:وَلاَ تَيْأَسُواْ مِن رَّوْحِ اللّهِ إِنَّهُ لاَ يَيْأَسُ مِن رَّوْحِ اللّهِ إِلاَّ الْقَوْمُ الْكَافِرُونَ“…
Dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya yang berputus asa dari rahmat Allah, hanyalah orang-orang yang kafir.” (QS. Yusuf : 87).
Olehnya tak pantas seorang Muslim berkata: “Aku terjatuh dan tak bisa bangkit lagi” tapi mari katakan: “Aku terjatuh dan bisa bangkit lagi.” Kegagalan adalah batu loncatan bagi seseorang untuk meraih kesuksesan. Muslim yang baik adalah yang bisa mengambil hikmah dari kesalahan atau kegagalan yang pernah ia lakukan.
Diharapkan dengan kesalahan itu, ia bisa memperbaiki diri dan tak terjatuh di lubang yang sama selanjutnya.Selain itu, tak patut seorang Muslim larut mendendangkan: “Aku tenggelam dan tak tahu arah jalan pulang” sedang di setiap harinya dalam 17 raka’at, orang itu memohon kepada Allah dalam shalatnya, “ihdina ash-shiratal mustaqim” yaitu tunjukkanlah kepada kami jalan yang lurus.
Terakhir, mari sama-sama berazam, untuk selalu bersikap optimis dalam menjalani kehidupan. Yaitu berikhtiar, bertawakkal, dan berdoa hanya kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Semoga Allah berkenan memberikan kegemilangan hidup dunia dan akhirat kelak.