Menyucikan Hati

HATI adalah pemimpin seluruh anggota tubuh. Penguasa lisan, sikap, dan seluruh perbuatan manusia. Jika ia bersih, maka bersih pulalah segala sesuatu yang dilakukannya. Dan jika ianya kotor, seluruh lisan, sikap, serta perbuatannya akan menyimpang dari jalan kebenaran.Kemuliaan manusia di hadapan Allah tidak dilihat dari apa yang ditampilkan lahiriahnya. Tetapi, Dia melihat dari apa yang ditampilkan dalam bathiniahnya atau hatinya. Sebagaimana Rasulullah SAW berlisan, “Sesungguhnya Allah tidak melihat rupa dan harta-harta kamu, tetapi Allah melihat hati dan perbuatan kamu.” (HR. Muslim)

Tidak menutup kemungkinan seseorang yang melakukan amal saleh yang lahiriah itu, ternyata di dalam hatinya terdapat sifat atau niat buruk yang menjadikan amalan salehnya tidak bernilai, tidak diterima, dan bahkan dibenci Allah. Dan tidak menutup kemungkinan pula seseorang yang terlihat seperti berbuat maksiat, ternyata dalam hatinya terdapat sifat terpuji dan kemuliaan yang karenanya Allah meridhai. Karenanya, perbuatan lahiriah hanyalah sebagian daripada tanda-tanda, bukan merupakan kepastian.Ali bin Abi Thalib r.a. pernah menceritakan bahwa Rasulullah SAW berlisan, “Tiada suatu hati pun kecuali memiliki awan seperti awan menutupi bulan. Walaupun bulan bercahaya, tetapi karena hatinya ditutup oleh awan, ia menjadi gelap. Ketika awannya menyingkir, ia pun kembali bersinar.”(HR. Bukhari & Muslim).

Lisan Nabi SAW ini memberikan ilustrasi yang sangat indah. Sesungguhnya hati manusia itu bersih dan bersinar. Namun, manusia sering menutupinya dengan awan-awan kemaksiatan hingga sinarnya redup dan tertutup. Oleh karenanya, kita harus senantiasa menjaga kesucian hati. Lalu, bagaimanakah cara mensucikan hati?

Yang pertama harus kita lakukan adalah dengan Muhasabatun Nafsi, artinya mendiagnosis apa saja penyakit hati yang ada dalam diri kita. Atau dalam istilah lain sering disebut introspeksi diri. Sesungguhnya hati akan selalu berkata jujur. Pun demikian saat kita ingin mengetahui penyakit apa saja yang merusak hati. Maka, kita akan mengetahui penyakit apa saja yang merusak kesuciannya.

Maka, “..Hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hasyr: 18). Serta segera, “bertaubatlah kepada Allah dengan semurni-murninya” (QS. At-Tahrim: 8)

Kedua adalah dengan kita mentadabburi Al-Quran. Memahami dan menghayati isinya serta mengamalkannya dalam kehidupan. Di antara pupuk hati yang menyuburkan adalah dengan mentadabburi Al-Quran. Karena denganya hati akan bersih. Pembersih hati yang kotor dan memberikan cahaya petunjuk kepada kesucian hati.

Ketiga, setelah hati bersih dan tersinari oleh cahaya Al-Quran, maka,“Beramallah semaksimal yang kamu mampu, karena Allah tidak akan bosan sebelum kamu bosan, dan  sesungguhnya amal yang paling dicintai Allah adalah amal yang kontinyu (terus-menerus) walaupun sedikit.” (HR. Bukhari). Cahaya petunjuk daripadanya harus kita amalkan dengan terus –menerus, optimal, dan bersungguh-sungguh.

Keempat adalah dengan selalu mengingat Allah. Karena mengingat-Nya adalah merupakan bentuk daripada penyucian hati. Baik mengingatnya secara lisan maupun dengan perbuatan.“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku, niscaya aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari nikmat-Ku” (QS. Al-Baqarah: 152)

Terakhir adalah dengan selalu berdoa kepada Allah. Memohon kepada-Nya supaya hati tetap bercahaya dan tetap berada dalam kesucian. Rasulullah SAW tentu telah mencontohkannya dengan selalu membuka dan menutup segala aktivitas serta kegiatannya dengan doa. Maka, mari kita tutup tulisan ini dengan doa, “Ya Allah jadikanlah di dalam hatiku cahaya, di lidahku cahaya, di pendengaranku cahaya, dan di penglihatanku cahaya. (HR. Muslim)

Wallaahulmusta’an.

Related

Pintu Inspirasi 3863675253760981266

Facebook

Hot in week

Comments

Jadwal Shalat


jadwal-sholat

VIDEO

Video : Kajian Akhir Zaman

item