Waspadailah 3 Proses Pembentukan Calon Teroris Ini!
Selain dinyatakan sebagai pelaku, para anggota teroris sejatinya juga merupakan korban. Mereka menjadi korban kegagalan diri, rumitnya masalah keluarga, masyarakat yang mati kepeduliannya, hingga negara yang tak bisa mengurus hajat hidup seluruh rakyatnya.
Dari hal ini pula, kita harus berperan aktif dalam mencegah tiga hal yang merupakan proses pembentukan hingga seseorang bergabung aktif dalam jaringan teroris.
Persepsi Ketidakadilan
Pentolan dalam organisasi teroris adalah sosok yang bisa membaca kejiwaan calon pengantinnya. Mereka tidak menyasar sembarang orang. Biasanya, mereka merekrut orang yang dikucilkan atau diperlakukan tidak adil, baik di dalam keluarga atau masyarakatnya.
Kepada calon pengantin, juru rekrut organisasi senantiasa mengobarkan persepsi buruk terkait ketidakadilan yang mereka dapatkan. Dengan demikian, emosinya akan tumbuh dan merasa menuntut agar diperlakukan dengan adil, meskipun caranya keliru.
Rasa Memiliki
Setelah doktrin bahwa mereka merupakan program ketidakadilan sistem, para calon pengantin diberi doktrin terkait rasa memiliki organisasinya. Bahwa mereka sama, merupakan perkumpulan orang yang diperlakukan tidak adik, lalu memiliki visi dan misi yang sama untuk menuntut keadilan.Rasa memiliki juga ditumbuhkan agar masing-masing anggota senantiasa menjaga organisasinya hingga pada tahap penumbuhan dan perkembangan organiasasi. Dengan adanya rasa memiliki, mereka akan saling melindungi satu dengan yang lainnya, pun jika harus mengorbankan nyawa.
Kebutuhan untuk Memiliki Rasa Identitas
Semua anggota didoktrin untuk menjadi sosok yang memiliki identitas untuk dikenal. Di dalam pembinaan tersebut, calon pengantin juga dikenalkan dengan para pendahulunya, lalu ditiupkan semangat agar menapaki jejak mereka.
Dengan melakukan aksi yang diklaim sebagai kebenaran dan menuntut keadilan versi mereka, para calon pengantin akan merasa sebagai anggota yang memiliki identitas; layak dikenal dan dikenang.
Masih merujuk dari penjelasan Ihsan Gumilar dalam ‘Teroris dan Psikologi Forensik’ (Republika, 23 Januari 2016), ada tiga jenis doktrinasi yang pasti diberikan kepada seluruh calon pengantin.
Dimulai dari memasukkan ideologi yang dianut dalam organisasi teror tersebut, doktrin agar memiliki komitmen terhadap kelompok (setia, loyal, tidak membocoarkan rahasia), dan doktirn agar mereka memiliki komitmen terhadap dirinya sendiri.
Dalam doktrin tahap ketiga ini, otak organisasi harus memastikan bahwa doktrin yang dia sampaikan benar-benar dipegang dan menjadi ruh bagi calon pengantin. Karena itu, waspadalah. Jangan berlaku bodoh hanya karena iming-iming ‘bidadari’ fiktif yang ditawarkan oleh otak pelaku teror.
Wallahu a’lam.