Apa Itu Hurumatullah?
TAHUKAH Anda apa itu hurumatullah? Mengapa kita harus memiliki sikap hurumatullah? Di antara para mufassir ada yang mengatakan bahwahurumatullah di sini adalah hal-hal yang dimurkai dan dilarang Allah. Sedangkan pengagungannya ialah dengan meninggalkannya.Lantas, apa itu hurumatullah? Menurut Al-Laits, hurumatullah adalah apa yang tidak boleh dilanggar. Ada pula yang berpendapat, artinya perintah dan larangan. Menurut Az-Zajjaj, hurumatartinya apa yang harus dilaksanakan dan tidak boleh diabaikan.
Allah befirman tentang tempat persinggahan ini,” Dan, barangsiapa mengagungkan apa-apa yang dihormati di sisi Allah, maka itu adalah lebih baik baginya di sisi Rabbnya,” (QS Al-Hajj: 30).
Ibnu Qayyim berpendapat bahwa,mengagungkan hurumatullah ini ada tiga derajat:
Pertama, mengagungkan perintah dan larangan, bukan karena takut kepada siksaan sehingga menjadi perlawanan bagi nafsu, bukan karena untuk mencari pahala sehingga pandangan hanya tertuju kepada imbalan, dan bukan karena menampakkan amal untuk riya’, karena semua ini merupakan sifat penyembahan nafsu.
Masalah ini merupakan topik yang paling banyak dibicarakan manusia. Mereka mengagungkannya dan juga para pelakunya, dengan disertai keyakinan bahwa ini merupakan derajat ubudiyah yang paling tinggi, yaitu tidak menyembah Allah, melaksanakan perintah dan larangan-Nya karena takut siksaan-Nya dan mengharapkan pahala-Nya.
Cinta yang sejati tidak menghendaki yang demikian ini, karena orang yang mencintai tidak menginginkan bagian dari orang yang dicintainya.Jika perhatiannya hanya tertuju kepada bagian yang diterimanya, maka itu merupakan cacat dalam cintanya. Jika dia hanya ingin merasakan nikmatnya pahala, berarti dia merasa berhak mendapatkan pahala dari Allah atas amal yang dikerjakannya.
Dalam hal ini akan mendatangkan dua ujian: Perhatiannya hanya tertuju kepada pahala, dan muncul persangkaan yang baik terhadap amalnya sendiri.Tidak ada yang bisa melepaskan diri dari perhatian semacam ini kecualimemurnikan pelaksanaan perintah dan larangan dan segala aib.
Bahkan pelaksanaannya harus dilandasi pengagungan terhadap yang memerintah dan yang melarang, bahwa Dia memang layak untuk disembah dan apa-apa yang dihormati di sisi-Nya harus diagungkan, sebagaimana yang disebutkan di dalam pepatah Isra’iliyat, “Sekiranya Aku tidak menciptakan surga dan neraka, apakah Aku tidak layak disembah?”Jiwa yang tinggi dan suci ialah yang menyembah Allah, karena memang Dia layak untuk disembah, dimuliakan, dicintai dan diagungkan.
Seorang hamba tidak boleh seperti buruh yang jahat, jika upah sudah diberikan dia baru mau bekerja, dan jika tidak diberikan, maka dia tidak mau bekerja. Amal orang yang memiliki ma’rifat dimaksudkan untuk mendapatkan kedudukan dan derajat, sedangkan amal para buruh ialah untuk mendapatkan upah dan bayaran. Tentu saja perbedaan di antara keduanya sangat jauh.
Tapi ada golongan lain yang menganggap perkataan ini hanya sekedar bualan dan isapan jempol semata. Mereka berhujjah dengan keadaan para nabi, rasul dan shiddiqin. Mereka berdoa dan juga memohon.
Mereka dipuji karena takut kepada neraka dan mengharapkan surga, sebagaimana firman Allah tentang hamba-hamba-Nya yang khusus,“Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas, dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ kepada Kami,” (QS Al-Anbiya’: 90).
Artinya, mereka mengharap apa yang ada di sisi Kami, dan mereka juga cemas karena adzab Kami. Orang-orang yang disebutkan dalam ayat ini adalah para nabi. Allah telah menyebutkan hamba-hamba-Nya yang khusus, orang-orang yang memiliki ma’rifat dan orang-orang yang berpikir, bahwa mereka semua memohon surga dan berlindung dari neraka.
Begitu pula Nabi Ibrahim AS. Firman Allah tentang sabda beliau, “Dan, yang amat kuinginkan akan mengampuni kesalahanku pada hari kiamat. Ya Rabbi, berikanlah kepadaku hikmah dan masukkanlah aku ke dalarn golongan orang-orang yang shalih, dan jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang (yang datang) kemudian, dan jadikanlah aku termasuk orang-orang yang mempusakai surga yang penuh kenikmatan, dan ampunilah bapakku, karena sesungguhnya ia adalah termasuk golongan orang-orang yang sesat, dan janganlah Engkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan, (yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih,” (QS Asy-Syu’ara’: 82-89).
Nabi Ibrahim AS memohon surga dan berlindung dari neraka atau penghinaan pada hari berbangkit.